kamboja

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Kamboja atau Kampuchea merupakan negara di Asia Tenggara yang semula berbentuk Kerajaan di bawah kekuasaan Dinasti Khmer di Semenanjung Indo-China antara Abad Ke-11 dan Abad Ke-14. Rakyat Kamboja biasanya dikenal dengan sebutan Cambodian atau Khmer, yang mengacu pada etnis Khmer di negara tersebut. Negara anggota ASEAN yang terkenal dengan pagoda Angkor Wat ini berbatasan langsung dengan Thailand, Laos dan Vietnam. Sebagian besar rakyat Kamboja beragama Buddha Theravada, yang turun-temurun dianut oleh etnis Khmer. Namun, sebagian warganya juga ada yang beragama Islam dari keturunan muslim Cham.

Pada tanggal 9 November 1953, Perancis mengakhiri penjajahannya di Kamboja yang telah berlangsung sejak tahun 1863 dan Kamboja pun menjadi sebuah negara berdaulat. Setahun kemudian mantan pemimpin negara kawasan Indo-China itu, Raja Norodom Sihanouk, kembali dari pengasingannya di Thailand. Sihanouk kemudian membentuk partai politik dan menggelar pemilihan umum (pemilu). Setelah memenangkan pemilu ia berhasil mengusir orang-orang komunis dan memperoleh seluruh kursi pemerintahan.

Pada tahun 1955, untuk melepaskan diri dari segala bentuk pelarangan yang dibuat untuk raja oleh perundang-undangan Kamboja, Norodom Sihanouk mengembalikan tahta kepada ayahnya, Norodom Suramarit. Ia kemudian memasuki dunia politik. Selama pemilihan berturut-turut, pada tahun 1955,1958, 1962 dan 1966, partai bentukan Norodom Sihanouk selalu memenangkan kursi mayoritas di parlemen.

  1. Rumusan Masalah
    1. Bagaimana masalah yang terjadi di kamboja?
    2. Bagaiman upaya yang dilakukan untuk menyelesaikannya?
    3. Bagaimana dampak yang terjadi terhadap rakyat kamboja dan negara yang terlibat?
  1. Tujuan
    1. Mengetahui bagaimana masalah yag terjadi di Kamboja.
    2. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk menyelesaikannya.
    3. Mengetahui dampak yang terjadi terhadap rakyat kamboja dan negara yang terlibat.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Akar konflik kamboja
    1. Perebutan kepentingan berbagai pihak asing di Kamboja

Masalah yang melanda Kamboja tidak terlepas dari keterlibatan pihak asing yang cenderung mengambil keuntungan dari Kamboja.

Kepentingan dari pihak asing trsebut adalah:

  1. Perancis

Sejak 1863, Kamboja resmi menjadi bagian dari Protectorate Perancis bersama–sama dengan Laos dan Vietnam (French Indochina), hingga Kamboja merdeka pada tahun 1953.

  1. Thailand
  • Sejak abad ke 14 bergantian menjajah Kamboja bersama-sama denganVietnam hingga tahun 1863 Kambojaberada dalam perlindungan Perancis.
  • Thailand memandang bahwa Kamboja memiliki pangsa pasar yang sangat potensial bagi perdagangan kedua negara.
  • Mengkhawatirkan penetrasi komunis Vietnam masuk ke Thailand, sehinggamengharapkan agar Kamboja dapat bertahan sebagai negara non komunisguna berfungsi sebagai buffer zone.
  1. Vietnam
  • Sejak abad ke 14 menjajah Kamboja, diantara alasan utamanya adalah untukmemenuhi kebutuhan pangan bagipopulasi rakyatnya yang jauh melebihipopulasi rakyat Kamboja.
  • Memiliki visi untuk menyatukan wilayah Indochina di bawah pimpinannya. Hal ini mendapat dukungan Perancis pada masa Laos, Vietnam dan Kamboja disatukan dalam Union of Indochinoise (1887) di bawah perlindungan (Protectorate) Perancis.
  • Setelah Vietnam Utara dan Selatan bersatu (1976) Vietnam bermaksud untuk membentuk hubungan khusus antara ketiga negara Indochina.
  1. Amerika Serikat
  • Memandang Kamboja sebagai wilayah strategis untuk membendung paham komunis Vietnam Utara (Perang Vietnam/ Indochina 1965-1975).
  • Mendukung Kudeta Lon Nol terhadap pemerintahan Sihanouk yang terindikasikekiri-kirian (1970).
  • Membangun aliansi dengan negaranegara di kawasan Indochina (Vietnam Selatan, Thailand, dan Kamboja di bawah Lon Nol) untuk membendung pengaruh komunis di kawasan.
  1. China

Politik China di kawasan Indochina danKamboja pada khususnya disebabkan oleh kekhawatiran terhadap ancaman Uni Soviet. Untuk membendung pengaruh Uni Soviet, China menghendaki agar ketiga negara di kawasan Indochina masing-masing berdiri tanpa pengaruh dari pihak luar. Oleh sebab itu, China mendukung DK untuk mengusir Vietnam yang didukung Uni Soviet keluar dari Kamboja.

  1. Implikasi kebijakan rezim Pol Pot terhadap perkembangan konflik Kamboja
  2. Intervensi Vietnam di Kamboja
  3. Perselisihan empat faksi dalam rangka perebutan kekuasaan di Kamboja.

People’s Republic of Kampuchea (PRK) pimpinan Heng Samrin, Democratic Kampuchea (DK) pimpinan Pol Pot, Front Uni National pour un CambodgeIndependant (FUNCINPEC) pimpinan Norodom Sihanouk, dan Khmer People’s National Liberation Front (KPNLF) pimpinan Son Sannu. Pada dasarnya keempat faksi sempat menikmati tampuk kepemimpinan tertinggi di negara itu secara bergantian sejak meraih kemerdekaanya dari Perancis

  1. Konflik Kamboja

Tahun 1970 merupakan tahun yang perlu dicatat dalam sejarah Kamboja.Pada waktu itu terjadi pergantian kekuasaan dan sekaligus telah membawa perubahan bentuk negara dari kerajaan menjadi republik. Pangeran Norodom Sihanouk sebagai seorang raja yang berkuasa di Kamboja, pada waktu itu sedang berkunjung ke luar negeri (Paris) dalam rangka kunjungan kenegaraan, di istana terjadi pergeseran kekuasaan oleh kelompok militer dibawah pimpinan Letjen Lon Nol. Gerakan militer ini ternyata disokong oleh pihak Amerika Serikat. Padahal harus diingat bahwa pada waktu itu pemerintahan Kamboja harus juga menghadapi pemberontakan gerilyawan komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Dan salah satu alasan mengapa Amerika Serikat medukung tindakan kaum militer ini karena ia menilai terlalu lambannya pihak Sihanouk dalam menumpas gerakan komunis Khmer Merah. Dengan demikian Lon Nol yang merupkan penguasa sekaligus mengumumkan dirinya sebagai presiden Kamboja, memikul tugas untuk menumpas gerakan komunis Khmer Merah. Sedang Sihanouk yang merasa dikecewakan mendirikan pemerintahan pengasingan yang berkubu di Peking.

Peristiwa penggeseran Sihanouk atas kelompok militer dibawah Lon Nol ternyata tidak mengecilkan pengaruh gerakan Komunis Khmer Merah, tetapi justru sebaliknya. Khmer Merah yang merasa tidak puas semakin meningkatkan gerakannya, apalagi rezim Lon Nol terang-terangan didukung oleh pihak Amerika Serikat. Oleh karena itu dengan bantuan Vietnam Utara, RRC, dn Rusia, Khmer Merah semakin meningkatkan gerilyanya untuk menggulinkan rezim Lon Nol yang dituduh sebagai kaki tangan kaum imperealis. Menginjak tahun 1974, keadaan rezim Lon Nol sudah sangat mengkhawatirkan. Pelabuhan utama Kamboja Kompong Son terancam jatuh dan terus mendapat tekanan berat dari pihak Khmer Merah. Beban ini menjadi semakin berat mengingat semakin banyaknya invasi dari kaum komunis Vietnam Utara di Kamboja.

Menyadari keadaan yang semakin kritis itu maka Lon Nol melalui PMnya Long Boret pada 6 juli 1974 mengemukakan tawaran untuk membuka perundingan dengan para pemberontak Khmer Merah, tetapi tawaran itu tidak mendapat tanggapan, bahkan sebaliknya Khmer Merah semakin meningkatkan gerakannya. Disusul kemudian pada 9 juli 1974 Lon Nol sendiri tampil berpidato yang maksudnya untuk berunding dengan kaum pemberontak tanpa syarat. Tawaran inipun ditolak oleh Khmer Merah maupun Sihanouk yang berada di pengasingan. Alasanya adalah semakin meningkatnya campur tangan dari pihak asing (Amerika Serikat). Perundingan damai hanya dapat dilakukan kalau semua kekuatan asing ditarik dari Kamboja, demikian komentar Sihanouk.

Pihak Khmer Merah yang nampaknya semakin memperoleh posisi strategis, terus mengembangkan perlawanannyadan rezim Lon Nol yang angkuh dan korup akhirnya tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dari keganasan kaum pemberontak. Pada 17 april 1975 rezim Lon Nol terpaksa angkat kaki mundur dari Kambojadan muncullah kekuasaan baru dibawah kaum komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Beberapa waktu kemudian komunis Khmer Merah ini memunculkanDemocraticKampuchea (DK)yang dipimpin oleh Pol Pot sebagai perdana menteri Kamboja.

Pergantian kekuasaan di Kamboja dari rezim Lon Nol yang nasionalis ke rezim Khmer Merah yang komunis ternyata belum memenuhi ambisi komunis Vietnam. Bahkan pada perkembangan berikutnya kedua negara itu sangat konfrontatif. Khmer Merah yang dalam perjuangannya melawan rezim Lon Nol mendapat bantuan Vietnam Utara ternyata setelah berhasil tidak mengikuti jejak komunis Vietnam sebagaimana yang diharapkan semula. Apalagi setelah kamboja dipimpin oleh Pol Pot dukungan RRC. Kamboja tidak bersedia sama sekali untuk kompromi, apalagi dibawah dominasi Vietnam. Banyak faktor yang memotivisirnya. Disamping persoalan-persoalan politik dan etnis, kedua bangsa itu merupakan musuh bebuyutan sejak dahulu kala. Penampilan Pol Pot bagi Khmer Merah secara tegas telah menunjukkan sikap anti terhadap Vietnam dan lebih berorientasi kepada Peking.Padahal antara Hanoi dan Peking adalah dua rezim yang tidak pernah rukun sehingga dengan demikian akan semakin memperbesar pertentangan antara Vietnam dan Kamboja. Konflik ini ternyata berkembang dalam skala yang cukup luas yakni menyangkut konflik perbatasan. Konflik perbatasan ini semakin hari semakin  tajam bahkan tidak dapat dihindari akan terjadi kontak senjata secara terbuka

Kemudian berbicara rezim baru di Kamboja. Tidak dapat dipisahkan dari pola kepemimpinan dan policy yang dilaksanakan pihak Khmer Merah. Rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot dikenal sebagai rezim yang kaku, keras, brutal dan banyak memusuhi rakyat sendiri. Dalam kenyataannya pemerintahan Pol Pot telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak asasi rakyat Kamboja. Bahkan tidak segan-segan rezim Pol Pot ini melakukanpembunuhan secara besar-besaran. Hampir satu juta rakyat tanpa dosa terbunuh. Entah mereka itu meninggal karena menolak kekuasaan komunis, korban revolusi maupun mati karena kelapan dan tekanan-tekanan di kamp-kamp konsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Rezim Pol Pot memang melebihi drakula, demikian komentar bekas kepala negara Norodom Sihanouk.

Yang jelas kebijaksanaan yang ditempuh pemerintahan Pol Pot sangat kejam dan kaku. Sebagai contoh tindakannya itu antara lain mengusir dan menggiring penduduk yang mendiami daerah kota terutama Phnom Penh ke daerah pinggiran atau desa-desa daerah pertanian. Mereka di kamp-kamp konsentrasi dipekerjakan secara paksa, dibawah pengawasan ketat pihak tentara Khmer Merah. termasuk yang pekerjakan ini antara lain dua orang mahasiswa anak dari Sihanouk yang sampai sekarang tidak diketahui bagaimana nasibnya. Bahkan konon kabarnya sampai pada orang tua dan pasien-pasien di rumah sakitpun ikut digiring ke kamp-kamp tersebut. Kalau hal ini benar, berarti rezim Pol Pot telah meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan.

Konstalasi keadaan tersebut jelas akan mengundang rasa tidak puas dikalangan masyarakat. Timbul gerakan untuk menentang sikap dan tindakan pemerinatahyang terlalu kejam. Sebagai reaksi dari rasa tidak puas itu, maka tanggal 3 desember 1978 terbentuklah suatu gerakan pembebasan yaitu “Front Persatuan Penyelamatan Rakyat Kamboja”. Yang selanjutnya dinamakan KNUFNS. Gerakan ini dipimpin oleh Heng Samrin dan didukung oleh Vietnam. Hal ini ternyata semakin mempertajam konflik perbatasan antara Vietnamdan Kamboja yang sudah berlangsung hampir tiga tahun setelah kedua negara itu berhasil menumbangkan kekuasaan nasionalis didukung Amerika Serikat.

Konflik perbatasan antara Vietnam dan Kamboja sudah dikatakan adalah lagu lama. Kondisi konflik ini semakin diperkuat dengan berkembangnya konflik Sino-Soviet. RRC mendukung rezim Khmer Merah yang berkuasa di Kamboja dan sebaliknya Soviet mendukung Vietnam yang sekaligus mebantu gerakan KNUFNS penentang Pol Pot. Karena itu ada yang mengatakan bahwa berkembangnya konflik Vietnam-Kamboja secara serius akan merupakan perang indocina yang ke tiga kalinya.

Dengan dukungan tentara Vietnam yang diganjal logistik Uni Soviet, maka pada 7 januari 1979 gerakan KNUFNSberhasil merebut Phnom Penh dan sekaligus menggulingkan Pol Pot. Setelah jatuhnya Pol Pot maka kamboja dikendalikan tentara Vietnam dengan membentukPeople’sRepublic of Kampuchea (PRK), dipimpin oleh Heng Samrin sebagai Presiden dan Hun Sen sebagai Perdana Menteri. Kemenangan KNUFNS ini merupakan sukses besar bagi komunis Vietnam dalam rangka menanamkan pengaruh dan membentuk kekuatan baru di Indocina. Berdirinya PRK untuk memimpin Kamboja mendapat sokongan dari Uni Soviet serta tetangga Indochina-nya, Laos. Namun demikian, kesuksesan PRK untuk menjadi pemimpin Kamboja gagal untuk mendapatkan dukungan dari dunia internasional, khususnya PBB. Hal ini disebabkan oleh reaksi dunia internasional yang cenderung negatif terhadap intervensi militer yang dilakukan oleh Vietnam. PBB dan mayoritas negara-negara lainnya menolak untuk mengakui rezim Heng Samrin sebagai pemerintahan yang sah di Kamboja. Selain dari negara-negara yang sejalan dengan Uni Soviet, secara praktis tidak ada negara yang memberikan dukunganatas tindakan Vietnam. Negara-negara ASEAN, China, Jepang dan khususnya Amerika Serikat mengutuk pendudukan Vietnam atas Kamboja. Namun demikian, suatu titik terang bagi Kamboja adalah bahwa negara-negara ini masih tetap mengakui pemerintahan DK sebagai pemerintahan yang sah mewakili Kamboja di forum internasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bulat komunitas dunia menghendaki agar pasukan atau kekuatan asing dapat segera keluar dari Kamboja.

  1. Upaya Penyelesaian Konflik Kamboja
    1. Konperensi Internasional

Serangan tentara Vietnam dan munculnya Heng Samrin sebagai penguasa di Kamboja, ternyata telah melahirkan masalah Kamboja yang terus berkepanjangan. Bahkan boleh dikatakan masalah ini merupakan sumber konflik antara Vietnam dengan negara-negara ASEAN, terutama dalam soal konsepsi dan strategi politiknya.

Menurut ASEAN tindakan Vietnam dengan dalih apapun, penyerangannya terhadap Kamboja merupakan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas negara lain. Hal ini berarti bertentangan dengan Dasasila Bandung dan Piagam PBB. Oleh karena itu logis kalau tindakan Vietnam itu banyak mendapat reaksi dan protesdari berbagai pihak, kecuali negara-negara pro Soviet. Mereka yang memprotes tindakan Vietnam itu pada umumnya masih mengakui Pol Pot sebagai penguasa kamboja walaupun sudah terguling, termasuk dalam hal ini anggota-anggota ASEAN.

Tentara Khmer Merah dibawah Pol Pot dan Kieu Samphan, melakukan perang gerilya untuk menentang Heng Samrin, disamping itu kelompok nasionalispun yang sudah lama melakukan gerakan menentang Khmer Merah, kini terus juga melakukan gerilyauntuk melawan rezim komunis Heng Samrin yang didukung Vietnam. Dengan demikian daerah ini dalam keadaan tidak stabil. Hal ini telah pula membawa konstalasi keadaan Asia Tenggara menjadi tak menentu. Karena akibat kekacauan di Indocina itumaka semakin meningkatlah jumlah para pengungsi yang terus membanjiri negara-negara tetangga, sehingga akan menciptakan daerah perbatasan menjadi semakin rawan, disamping perbenturan dari berbagai kepentingan negara-negara besar. Oleh karena itu ASEAN yang merupakan sub regional di Asia Tenggara, berusaha agar semua tentara Vietnam ditarik dari Kamboja. Langkah yang demikian merupakan salah satu upaya kongkrit untuk mengembalikan stabilitas nasional kamboja.

Berbagai langkah diplomasi telah pula dilakukan, tetapi sebegitu jauh belum mencapai hasil yang diharapkan. Vietnam masih tetap menempatkan sekitar 200.000 pasukannya di Kamboja. Satu-satunya hasil penting adalah dikeluarkannya resolusi Majelis Umum PBBno. 35 pada Oktober 1980 yang lalu, isinya agar Vietnam menarik pasukannya dari wilayah Kamboja. Sebagai kelanjutan dari usaha diplomasi melalui forum PBB ini, kemudian ASEAN mengusulkan agar diselenggarakan “Konperesi Internasional” mengenai Kamboja. Usul ini ternyata mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak kecuali negara-negara yang pro Uni Soviet. Majelis umum PBB sepakat untuk menyelenggarakan suatu konperesi internasioanl dengan acara khusus untuk menyelesaikan masalah kamboja. Untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan diselenggarakannya konperesi internasioanal, ASEAN melalui para menteri luar negerinya mengadakan pertemuan di Manila pada tanggal 17-18 juni 1981 dengan menghasilkan rancangan yang terdiri dari beberapa pasal mengenai penyelesaian damai masalah Kamboja.

Dengan sponsor PBB, pada tanggal 13-17 juli 1981 di New York telah dilaksanakan konperesi internasioanal mengenai Kamboja. Diketuai oleh Menlu Austria Willibald Pahr, dengan dihadiri 92 negara. Maksud konperesi internasioanal untuk mengusahakan suatu penyelesaian  politik secara menyeluruh bagi konflik Kamboja.

Dalam konperesi tersebut ASEAN mengajukan rancangan penyelesaian secara politis, yang terdiri dari beberapa pasal yang pentinga antara lain:

  1. Menyerukan penarikan pasukan vietnam dari Kamboja
  2. Diselenggarakan pemilihan yang bebas dengan pengawasan PBB
  3. Dijaminnya kemerdekaan, kedaulatan dan integrasi nasional serta non blok kamboja oleh negara-negara lain.
  4. Pelucutan senjata nagi semua pihak yang bersangkutan
  5. Dibentuk semacambadan yang akan meneruskan lebih lanjut hasil-hasil konperesi tersebut.

Konperesi itu kemudian berakhir dengan mengeluarkan sebuah deklarasi terdiri dari 15 pasal yang berisi kerangka kerja bagi proses penyelesaian politik masalah kamboja secara menyeluruh dan sebuah resolusi untukmembentuk satu badan yang akan meneruskan usaha-usaha konperensi tersebut. Nmun bagi RRC ada beberapa pasal yang kurang disetujui antara lain, yang menegaskan perlucutan senjata bagi pihak yang bersengketa. Menurut RRC perlucutan senjata hanya berlaku untuk tentara Heng Samrin. RRC juga kurang sependapat dengan adanya pasukan pengawas perdamaina PBB untuk mengatur serta mngawasi penarikan keluar pasukan Vietnamdan pemilu di Kamboja

Untuk menghindari terjadinya perpecahan dalam konperesi itu, maka dicari kompromi antara usul ASEAN dan RRC. Rumusan kompromi tersebut disampaikan Prancis yang dalam deklarasi dicantumkan dalam pasal 10, yaitu:

“Hendaknya dilakukan pengaturan yang tepat untuk menjamin bahwa pasukan bersenjata dari Kamboja tidak akan menggangu atau menghalangi pelaksanaan pemilihan yang bebas atau mengadakan intimidasi atau pemaksaan terhadap rakyat dalam pelaksanaan pemilihan umum.” Mengenai pemerintahan sementara dirumuskan “Harus dilakukan langkah-langkah yang tepat untuk memelihara ketertiban dan keamanan di Kamboja serta melaksanakan pemilihan umum yang bebas setelah penarikan mundur semua pasukan asing dari negara itu dan sebelum terbentuknya suatu pemerintahan baru hasil pemilihan umum secara bebas”

Mengenai ketentuan yang berkaitan dengan genjatan senjata dan penarikan tentara asing dirumuskan “Persetujuan genjatan senjata oleh semua pihak yang bersengketa di Kamboja harus dilakukan secepatnya,setelah penarikan mundur semua pasukan asing dari Kamboja yang dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya dibawah pengawasan dan verifikasi pasukan pemeliharaan perdamaian dunia”.

Rumusan yang merupakan hasil kompromi itu sebenarnya kurang memuaskan msing-masing pihak. Bahkan bisa dikatakan rumusan tersebut tidak tegas dan setengah-setengah. Namun, rumusaan hasil kompromi diatas paling tidak akan memberikan kesempatan masing-masing pihak yang ada di Kamboja untuk bersaing memenangkan pemilihan umum.

Menanggapi hasil kompromi tersebut, Vietnam secara tegas menolaknya. Surat kabar Nhan-Dhan melaporkan bahwa konperesi yang disponsori oleh PBB itu sudah dimanipulasi oleh negara-negara imperealis Amerika Serikat dan negara ekspansionis RRC sebagai tindakan balas dendam atas kekalahannya di Indocina. Ia juga menyatakan bahwa ASEAN, Amerika Serikat dan RRC berarti telah menginjak-injak hak dasar nasional dan hidup rakyat Kamboja. Konperensi itu oleh Vietnam dituduh sebagai menipu pendapat umum dunia dan memutar balikkan relita yang ada di Kamboja.

Apapun alasan yang dikemukakan Vietnam, tindakan penyerbuan ke Kamboja itusebagai tinadakan yang tidak dapat dibenarkan. Tetapi juga merupakan sikap yang kuranag tepat kalau terlalu mendukung rezim Pol Pot yang sudah terguling, mengingat kekejaman dan kekerasan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dilihat dari segi hak-hak asasi  manusia, baik pihak Vietnam maupun Rezim Pol Pot dalam masalah kamboja ini sama-sama tidak benarnya. Oleh karena itu dinilai secara obyektif, tepatlah kiranya rumusan yang diusulkan ASEAN. Usul itu sebagai suatu upaya untuk mengembalikan netralitas Kamboja. Kamboja yang bebas dan damai terlepas dari kekuasaan yang otoriter, kejam dan tidak berperikemanusiaan serta terlepas dari pendudukan tentara asing. Dengan demikian diselenggarakannya konperensi internasional mengenai kamboja oleh PBB dapat dinilai sebagai langkah konstruktif untuk secara bersama menyelesaikan masalah kamboja. Dan tentunya kalau semua memiliki itikad baik dan secara sejati ingin menyelesaikan masalah itu secara tuntas, sebenarnya tidak ada alasan bagi Vietnam dan Uni Soviet untuk menolak konperensi tersebut. Apalagi kalau memang rezim Heng Samrin memiliki popularitas dan legitimasi di hadapan rakyat Kamboja., konperensi internasional sebagai suatu negara yang sangat tepat untuk ditopang. Tetapi masalahnya apakah pihak yang mengikuti dan mendukung deklarasi yang dihasilkan konperensi internasional itu juga memiliki itikad baik, benar-benar ingin menyelesaikan masalah Kamboja itu secara sejati dan konsekuen, tanpa ada tendensi atau ambisi tertentu dari masing-masing. Yang jelas dengan kehadiran RRC dengan beberapa usulanya telah memberikan postur bagi ketidak murnian dari konperensi ini. Sebab usul-usul RRC itu secara tidak langsung terbesit ambisi yang ingin untung sendiri. Sehingg penolakan pihak Vietnam dan Uni Soviet itu tidak semua salah. Kalau memang konperensi internasional itu ingin dinilai sebagai konperensi yang nertal dan murni, lebih tepat mendeklarasikan rumusan pasal-pasal yang diusulkan AESEAN., bukan hasil kompromi ataupun usul yang disampaikan RRC. Maka dapat dikatakan konperensi ini belum dapat menyelesaikan masalah Kamboja.

  1. Terbentuknya koalisi longgar

Penolakan Vietnam dan Uni Soviet dalam konperesi internasional mengenaiKamboja, sudah dapat diduga bahwa masih sulit untuk menyelesaikan masalah kamboja secara tuntas. Masing-masing pihak memiliki konsep dan cara sendiri untuk menyelesaikan masalah Kamboja tersebut. ASEAN ingin menyelesaikan masalah kamboja ini dengan cara politis, damai dan rasional. Tetapi ada pihak-pihak lain yang ingin menyelesaikan masalah kamboja dengan cara-cara yang cenderung melalui cara fisik atau militer, walaupun tidak menutup kemungkinan cara diplomasi. Cara ini telah dilontarkan oleh berbagai kelompok yang memiliki gerakan di kamboja untuk menentang rezim Heng Samrin yang didukung Vietnam.

Ada tiga kelompok yang melawan tentara vietnam di kamboja. Pertama, kelompok Khmer Merah yang berhaluan komunis dibawah pimpinan Kieu Samphan, Pol Pot dan Leng Sary. Kedua, kelompok non komunis dipimpin oleh Son Sannu. Ketiga, kelompok netralis Moulinika pimpinan Norodom Sihanouk. Ketiga kelompok tersebut terusmelakukan perlawanan teradap Vietnam.Khmer Merah dengan terus mengadakan perang gerilya, non komunis dengan melakukan perlawanan yang pusat kegiatannya di Muangthai, netralis dengan mengeluarkan stattement-stattement.

Dalam perkembangan berikutnya, ketiga kelompok tersebut nampaknya ingin mengadakan kontak-kontak politis dalam rangka bersama-sama menetang rezim Heng Samrin. Pada 4 september 1981 di Singapura pemimpin-pemimpin dari gerakan-gerakan non vietnam, Kieu Samphan dari Khmer Merah, Son Sannu dari non komunis dan Sihanouk. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan suatu kesepakatan untuk sama-sama bersatu melawan tentara Vietnam di Kamboja dan sekaligus berusaa menumbangkan rezim Heng Samrin. Terbentuklah sebuah Front Anti Vietnam dengan menunjuk Son Sannu sebagai pemimpinnya. Untuk semakin memperkuat kerjasama tersebut kemudian dilanjutkan pertemuan di Bangkok. Selanjutnya atas prakarsa dari Singapura dan Malaysia front persatuan ini semakin ditingkatkan dan akhirnya lahirlah suatu koalisi yang dikenal dengan sebutan “Koalisi Longgar”.

Perkembangan itu sangat menarik bagi berbagai pihak, mengingat kondisi Asia Tenggara yang sedang menuju kritalisasi kekuatan sub-sub regional. Lahirnya “koalisi longgar” itu berarti lahirnya suatu kelompok baru dalam usaha menyelesaikan masalah Kamboja. Dengan demikian akan memberikan ilustrasi bagaimana ramifikasi konstalasi politik kawasan Asia Tenggara. Sebab bagaimanapun juga mereka akan memiliki konsepsi dan aspirasi yang berbeda.

Sementara pihak mengharapkan terbentuknya “koalisi longgar” itu sebagai suatu langkah maju untuk segera dapat menyelesaikan masalah Kamboja semenjak invasi tentara Vietnam. Hal ini diilhami oleh satu pendatpat bahwa Heng Samrin yang didukung Vietnam sebagai yang keliru dan masih memberi kebenaran legitimasi Khmer Merah. Sehingga cukup beralasan jika koalisi longgar yang didalamnya antara lain Khmer Merah dianggap sebagai  juru yang akan menyelesaikan masalah kamboja  sebagai masalah negerinya sendiri.

Namun belum berjalan jauh pada november 1981 sudah mulai muncul perbedaan pendapat diantara tiga gerakan tersebut, bahkan dikabarkan Son Sannu akan mengundurkan diri karena tidak terpenuhinya tuntutan mengenai mayoritas dalam koalisi. Kemudian terjadi ketegangan antara mereka, yaitu Khmer Merah dan kelompok non komunis Moulinaka. Khmer Merah telah mengancam kedua anggota koalisi yang lain, terutama yang berkaitan dengan persaingan mencari pengikut. Khmer Merah menuduh kedua teman koalisi itu telah menyebarkan kesan bahwa Khmer Merah adalah komunis dan pihaknya sebagai kelompok nasionalis. Hal ini berarti mualai mempertajam konflik ideologi. Khmer Merah yang merasa memiliki potensi yang lebih besar dan merasa banyak berperan dalam aktivitas melawan rezim Heng Samrin  tidak menyetujui tingkah laku anggota koalisi yang lain. Hal ini semua sebagai indikator bahwa ada kelomok-kelompok yang tetap menonjolkan ambisi kelompoknya. Dilihat dari kasus tersebut maka koalisi longgar bukan satu cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah kamboja. Tetapi dari koalisi longgar inilah untuk menyingkirkan Vietnam dari kamboja telah endpat dukungan internasional dari AS, China, ASEAN,Vietnam Selatan dan sekutu Vietnam yaitu Uni Soviet

  1. JIM (Jakarta Informal Meeting)

Pada tanggal 25–28 Juli 1988 di Bogor, Indonesia. Pertemuan yang dikenal dengan Jakarta Informal Meeting I (JIM I) ini menampilkan terobosan untuk pertama kalinya, di mana pihak-pihak yang secara langsung terlibat di dalam konflik, yaitu keempat faksi, kedua tetangga Indochina dan enam negara ASEAN bertemu untuk mendiskusikan elemen-elemen mekanisme penyelesaian awal. Sekalipun pembicaraan antar faksi berjalan cukup alot karena masing-masing bersikeras mempertahankan posisinya, namun hasil dari pertemuan ini dinilai cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan kesepahaman bersama sehingga beberapa rekomendasi dapat dilahirkan dengan penekanan pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan dengan invasi Vietnam, Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari Kamboja sebagai itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman mengenai pentingnya pencegahan berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Kamboja, pembentukan kelompok kerja guna membahas elemen-elemen dasar dari konflik itu sendiri dan menyusun usulan-usulan sebegai bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya.

Dalam rangka menindaklanjuti JIM I, pada tanggal 16-18 Februari 1989 digelar JIM II yang turut dihadiri oleh negara-negara peserta JIM I. Pada pertemuan ini dapat disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut dan penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil yang menonjol diantaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang harus segera dilakukan dengan batas waktu 30 September 1989 sebagai bagian dari kerangka penyelesaian politik yang menyeluruh. Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian keterlibatan pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masing-masing pihak yang bertikai di Kamboja.

Demi terselenggaranya rencana ini dengan baik, maka perlu dibentuk suatu mekanisme pengawasan internasional yang memiliki mandat untuk memonitor jalannya proses ini dan aspek-aspek yang terkait lainnya. Selanjutnya adalah penentuan langkah-langkah konkrit yang harus diambil guna mengantisipasi munculnya kembali kebijakan rezim kekerasan dan kekejaman yang dapat mengakibatkan kesengsaraan masyarakat Kamboja, dan yang tidak ketinggalan adalah kesepakatan dari setiap pihak untuk dimulainya program internasional dalam rangka pemulihan dan pembangunan ekonomi di Kamboja serta negara-negara di kawasan dan pengumpulan dana dalam rangka pelaksanaan proses perdamaian di Kamboja. Pertemuan ASEAN di Brunei pada tanggal 3-4 Juli 1989 telah memformulasikan suatu pijakan bersama atas konflik Kamboja sebagai hasil dari pertemuan JIM I dan JIM II.

  1. Paris International Conference (PIC)

Paris International Conference di Paris, 30 Juli-30 Agustus 1989. Dihadiri 19 negara yangtermasuk P-5 (DK PBB), negara-negara ASEAN, dan empat faksi yang bertikai di Kamboja. Dengan hasil Pembentukan tim pencari fakta guna pembentukan ICM (International Control Mechanism) yang bertugas untuk pemantauan penarikan mundur pasukan Vietnam dan pelaksanaan gencatan senjata.

  1. Paris International Conference on Cambodia

Paris International Conference on Cambodia pada23 Oktober 1991. Kesepakatan Paris telah muncul sebagai suatu kerangka kerja yang sah bagi penyelesaian konflik Kamboja sekaligus menjadi pertanda berakhirnya konflik berkepanjangan di Kamboja.

Kesepakatan Paris yang merupakan hasil akhir dari rangkaian proses perdamaian Kamboja selanjutnya menandai suatu awal baru bagi kehidupan Kamboja selanjutnya. Kesepakatan Paris tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

  1. Final act konferensi Paris mengenai Kamboja.
  2. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik Kamboja berikut lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru Kamboja.
  3. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah, netralitas, dan keutuhan nasional Kamboja.
  4. Deklarasi mengenai rehabilitasi dan pembangunan Kamboja.

Setelah naskah kesepakatan tersebut ditandatangani semua pihak, dua naskah asli dari kesepakatan tersebut disimpan oleh Indonesia dan Perancis sebagai ketua bersama, untuk kemudian hasilnya dilaporkan kepada Sekjen PBB sebelum dibahas pada sidang DK PBB. Selanjutnya, naskah akan diajukan ke Sidang Umum PBB untuk pelaksanaan.

  1. DampakKonflik Kamboja
    1. Dampak Sosial

Perang tak pernah meninggalkan dampak yang sederhana, terutama bagi kehidupan sosial masyarakat di daerah konflik. Pasti akan ada perubahan karena banyaknya korban akibat perang. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada stabilitas kondisi masyarakat, menyebabkan mobilitas penduduk ke daerah yang dianggap aman dan bahkan masalah seperti krisis pasti akan terjadi.

  1. Dalam perang tersebut Vietnam kehilangan tentara lebih banyak dari pada saat perang melawan Amerika Serikat. Vietnam juga kehilangan banyak dana untuk membiayai perang ini, sehingga menyebabkan bencana kelaparan di Vietnam.
  2. Dari pihak Kamboja, banyak penduduknya yang mengungsi ke perbatasan Kamboja-Thailand. Tentara dan penduduk Kamboja pun banyak terbunuh akibat perang tersebut.
  3. Dampak bagi masyarakat ASEAN sendiri, mereka lebih banyak tergerak untuk memberikan bantuan. Banyak negara-negara di ASEAN yang berinisiatif untuk membantu menyelesaikan konflik. Berbagai bantuan juga telah diusahakan oleh ASEAN seperti bantuan diplomasi untuk menghentikan konflik, bantuan logistik dan bahan makanan untuk membantu para korban perang.
  4. Dampak Politik

Salah satu dampak yang paling nampak adalah jatuhnya rezim Pol Pot yang dianggap sebagai diktator yang berkuasa di Kamboja. Kemudian Vietnam berusaha menanamkan komunismenya di Kamboja. Dalam konflik tersebut juga diwarnai peta kerjasama antara Vietnam yang pro dengan Uni Sovyet, dan Kamboja yang dekat dengan RRC, padahal waktu itu Vietnam sedang memusuhi RRC. Terjadilah elaborasi pemicu perang.

  1. Dampak Diplomatik

Kemenangan Vietnam atas Amerika Serikat menimbulkan ketakutan bagi ASEAN akan tersebarnya komunisme di Asia Tenggara. Pada saat itu ASEAN bebas dari pengaruh komunisme dan takut Vietnam akan menanamkan pengaruh komunisnya di Asia Tenggara. Pada saat Vietnam menginvasi Kamboja, hingga berakhirnya perang tersebut ASEAN memposisikan dirinya sebagai organisasi regional yang bersifat netral. Tidak ada konfrontasi yang dilakukan ASEAN. Berbagai usaha juga telah dilakukan ASEAN, salah satunya dengan mengirim pasukan keamanan ke Vietnam dan Kamboja.

Karena kedekatan kawasan regional dan semakin solidnya ASEAN dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah negara-negara di kawasan Asia Tenggara, maka banyak negara yang berada di kawasan Asia Tenggara masuk ke dalam keanggotaan ASEAN. Hal tersebut juga menunjukkan kepercayaan negara-negara di kawasan Asia Tenggara kepada ASEAN sebagai organisasi yang bisa membawa mereka pada kondisi yang lebih baik.

  1. Dampak Ekonomi

Tak bisa dipungkiri lagi bahwa dampak peperangan seperti mata rantai yang tidak bisa dipisahkan, dampak yang satu akan mempengaruhi yang lainnya. Seperti dampak perekonomian yang dipengaruhi juga keadaan sosial yang terjadi pada saat itu.

Dari segi ekonomi, Vietnam lah yang paling mengalami keterpurukan. Sebelumnya Vietnam tidak pernah menaksir berapa saja dana yang akan dikeluarkan untuk membiayai perang, sehingga Vietnam terus melakukan peminjaman ke negara seperti Uni Sovyet, padahal pinjaman tersebut memiliki bunga yang cukup besar karena kebijakan baru Gorbachev. Sehingga Vietnam kesulitan dalam mengembalikan pinjaman tersebut. Ditambah lagi kondisi Vietnam yang sedang krisis, akhirnya terjadilah bencana kelaparan di Vietnam. Di Kamboja juga terjadi krisis ekonomi, namun tidak seburuk yang ada di Vietnam. Sedangkan perang ini tidak begitu berdampak bagi perekonomian negara-negara ASEAN.

Dari masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara, maka muncullah nama ASEAN yang selalu berperan dalam penyelesaian setiap permasalahan. Konflik antara Vietnam dan Kamboja ini diselesaikan berkat campur tangan negara-negara anggota ASEAN. Dengan kesadaran bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih banyak yang rentan terhadap ‘gejolak’,  maka didirikanlah ASEAN sebagai organisasi yang dapat memberi proteksi terhadap negara-negara anggotanya. Keterpurukan akibat konflik Vietnam dan Kamboja ini membuat mereka sadar untuk mengikuti suatu organisasi regional untuk bekerja sama dalam menciptakan perdamaian.

Dari hal tersebut, ada beberapa negara di kawasan Asia Tenggara yang kemudian bergabung ke keanggotaan ASEAN. Misalnya Brunei Darussalam pada tanggal 7 Januari 1984, Vietnam pada tanggal 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada tanggal 23 Juli 1997, dan Kamboja pada tanggal 16 Desember 1998. Hal ini sangat menguntungkan ASEAN karena akan membuat ASEAN semakin berkembang dan diakui sebagai organisasi regional yang berkualitas dan patut diperhitungkan di kancah internasional.

Semakin banyak negara yang bergabung, bidang kerjasamanya pun akan semakin meningkat dan mempunyai cakupan luas. Hal tersebut akan menguntungkan negara anggotanya yang umumnya masih merupakan emerging-economic country untuk bisa berkembang menjadi negara yang mempunyai ekonomi kuat.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Masalah Kamboja yang berkecamuk karena adanya instabilitas politik dan konflik antar faksi dalam negerinya hingga berkembang karena adanya intervensi dari Vietnam, merupakan konflik yang mengganggu stabilitas kawasan, khususnya Asia Tenggara, karena dilatarbelakangi oleh berbagai kepentingan. Untuk itu, demi mewujudkan perdamaian dunia, maka negara-negara yang merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dunia, ikut mengupayakan perdamaian di Kamboja. Mulai dari peranan ASEAN, PBB, dan beberapa negara lainnya. Namun begitu, di antara semua, Indonesia memiliki peranan yang sangat signifikan dalam perwujudan perdamaian di Kamboja, hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan Indonesia dalam setiap perundingan perdamaian Kamboja dari awal hingga akhirnya tercapai kesepatakan di Paris

dinasti manchu

II. Dinasti Manchu

Dinasti Manchu (Dinasti Ch’ing) adalah suatu dinasti asing yang didirikan oleh bangsa Manchu. Dinasti ini termasuk salah satu dinasti yang paling lama masa pemerintahannya dalam sejarah Cina, yakni hampir 3 abad. Dibawah kekuasaan Dinasti Manchu, yakni pada masa pemerintahan kaisar-kaisar terkenal seperti K’ang Lung, Cina mengalami masa kejayaan. Di bawah pemerintahan kedua kaisar tersebut wilayah kekuasaan Cina sangat luas, yakni meliputi seluruh wilayah “Cina Dalam”  (China Proper), dan “Cina Luar” (The Outlying Section) yang meliputi Mongolia, Manchuria, Sinkiang dan Tibet. Pengaruhnya juga terasa sampai ke Nepal, Birma, Laos, Siam, Annam, Korea dan Ryukyu. Pada masa Dinasti Manchu pula, penduduk Cina berkembang cepat, sebab masa ini merupakan masa kemakmuran Cina. Pada akhir abad XVII M dan awal abad XVIII M jumlah penduduk Cina berkembang pesat karena kemakmuran yang melimpah. Pada masa ini juga sudah banyak orang-orang Eropa yang datang ke Cina, terutama Inggris,Perancis, spanyol dan Portugis.

Selama itu dalam bidang kebudayaan Cina tidak mengalami banyak kemajuan. Perubahan terjadi setelah datangnya bangsa Barat. Bangsa Manchu ini termasuk penganut kebudayaan Cina, dan mereka ini menggunakan adat kebiasaan atau tradisi Tionghoa (Cina) sebagai kebudayaannya sendiri.

  1. Muncul Kekuasaan Bangsa Manchu

Bangsa Manchu adalah keluarga keturunan bangsa Yurchen yang bertempat tinggal di Manchuria. Pada awal abad XVII Mmereka berhasil membentuk pemerintahan di bawah pimpinan Nurhachu (Nurhachi). Sedangkan yang dianggap sebagai Kaisar pertama dari Dinasti Manchu ialah cucu Nurhachu, yakni Shun Chih (1644-1662 M). Tugas utama Shun Chih ialah memperkuat kerajaan, karena masih terdapat sisa-sisa keluarga Dinasti Ming, serta munculnya pemberontakan-pemberontakan di bawah pimpinan Wu San Kuei dan Li Tsu Cheng. Namun kemudian pemberontakan-pemberontakan tersebut akhirnya terpecah. Li Tsu Cheng menggabungkan diri dengan bangsa Manchu, sedangkan Wu San Kuei bergabung dengan sisa-sisa keluarga Ming yang bertahan di Hanchow, Canton dan Foochow, namun akhirnya berhasil dihancurkan.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh Shun Chih dalam upaya memperkuat kekuasaan, antara lain :

  1. Tiap-tiap orang Tionghoa harus berkucir sebagai tanda takluk dan untuk membedakan dengan bangsa Manchu;
  2. Pejabat tinggi dalam pemerintahan dijabat oleh dua orang ,yakni seorang bangsa Tionghoa dan seorang bangsa Manchu. Ini membuktikan bahwa bangsa Manchu menggunakan adat tradisi Tionghoa sebagai kebudayaan sendiri;
  3. Negara dibagi menjadi 18 provinsi, untuk memudahkan pengaturan administrasi. Di samping itu tetap dilakukan sistem ujian jabatan;
  4. Melarang orang “kebiri”. Yaitu penjaga-penjaga harem untuk menjabat jabatan dalam pemerintahan. Begitu juga melarang perkawinan campur;
  5. Mengadakan hubungan persahabatan dengan bangsa Barat (Belanda). Persahabatan itu diperkuat dengan dikirimkannya utusan ke Peking dibawah pimpinan Pieter de Goyer dan Jacob de Keyser pada 1656 M.
  6. Berkembangnya Kekuasaan bangsa Manchu

Dinasti Manchu mengalami puncak kejayaan baik di bidang politik,ekonomi maupun sosial budaya khususnya sastra ketika berada dibawah pemerintahan Kaisar K’ang Hsi dan Kaisar Ch’ien Lung.

  1. Masa Pemerintahan K’ang Hsi (1662-1722)

Shun Chin meninggal pada 1662 M, lalu kemudian digantikan oleh putranya yakni K’ang Hsi yang masih berumur 9 tahun. Semula ia didampingi oleh seorang Wali, tapi sejak 1669 M, ia mulai memerintah tanpa Wali.

Masa pemerintahannya bersamaan dengan masa pemerintahan Louis XIV di Prancis, Pieter Agung di Rusia, Aurangzeb di India dan Wiliam III di Inggris. K’ang Hsi memiliki kecakapan dalam memerintah yang setara, atau bahkan lebih unggul dari mereka. K’ang Hsi mempunyai karakteristik yang besar dan bijaksana, serta mempunyai kecakapan dalam hal pemerintahan. Pada masa awal pemerintahannya, ia berhasil menghancurkan lawan-lawannya. Pada masa awal pemerintahannya pula meletus pemberontakan dibawah pimpinan Tiga Raja Muda tahun 1673 M, yang dalam sejarah Cina dikenal dengan nama Pemberontakan San Fu(Pemberontakan Tiga Raja Muda), yakni :

  1. Pemberontakan Wu San Kuei di Canton;
  2. Pemberontakan Keng Ching Chung di Fukien;
  3. Pemberontakan Shang Chih Hsin di Kwangtung.

Pemberontakan tersebut akhirnya dapat dihancurkan oleh K’ang Hsi pada 1681 M. Kebesaran K’ang Hsi  bukan hanya di bidang politik/pemerintahan, akan tetapi juga tampak dalam bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Selain itu, ia sendiri juga seorang sastrawan. Hasil karya K’ang Hsi yang terkenal ialah :

  1. Menyusun Kitab Logat yang disebut dengan nama: “K’ang Hsi Tse Tien” (Kitab Logat K’ang Hsi);
  2. Menyusun suatu ensiklopedia, yang memuat kutipan-kutipan buku-buku penting. Ensiklopedia ini terdiri dari 5.000 jilid;
  3. Sebagai seorang pelindung sastra dan seni, ia menulis cerita “Impian di Paseban Merah” (The Dream of Red Chamber) atau “Hung Lew Meng”;
  4. Ia juga mengeluarkan Edic Suci, yang berisi tentang peraturan-peraturan kebijaksanaan bagi bangsa Tionghoa. Edic Suci ini merupakan pegangan hidup, karena berisi dasar-dasar pemeritahan dan cara-cara hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
  5. Dalam bidang Ekonomi, k’ang Hsi menitik beratkan dalam bidang pertanian. Ia banyak membuka lahan pertanian baru, dan memberikan bantuan kepada petani, yaitu antara lain : bibit, perkakas pertanian dan bahkan mengadakan penyuluhan dengan menggunakan tenaga ahli-ahli pertanian. Selain itu pengairan di perbaiki, mengadakan pengeringan rawa-rawa, dan juga menggalakkan penanaman pohon murbei.
  • Politik Luar Negeri k’ang His

K’ang Hsi aktif melakukan perluasan daerah. Hubungan dengan Rusia terjalin baik setelah terjadi Perjanjian Nerchinsk pada 1689 M yang isinya mengenai tapal batas kedua Negara (Cina-Rusia) yakni Sungai Amur. Di samping itu juga ia membuat kebijakan mengenai perdagangan dan hak ekstrateritorial, yaitu yang isinya antara lain :

“Jika masing-masing berbuat salah di Negara lain, maka akan diadili oleh Negara sendiri. Namun kemudian diubah menjadi : jika mereka bersalah di Negara lain akan ditangkap dan terus dikirim ke Negara asalnya”.

Selanjutnya untuk mempererat hubungan antara keduanya, Rusia pada 1719 M mengirimkan utusan ke Peking di bawah pimpinan Ismaloff. Hubungan perdagangan Cina-Rusia semakin ramai. Dari Cina barang-barang dibawa ke Rusia, antara lain : sutera, the, tenun dan barang-barang porselin, sebaliknya barang-barang yang masuk ke Cina terutama antara lain Arloji.

Selain dengan bangsa Belanda dan Rusia, K’ang Hsi juga menjalin hubungan dagang dengan bangsa barat lain yakni Inggris. Jadi, K’ang Hsi juga mengijinkan bangsa-bangsa Eropa yang lain untuk berdagang di Cina, akan tetapi harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari Co-hong, agar supaya perdagangan luar negeri dapat diawasi atau dikontrol. Oleh karena itu perdagangan di Cina pada masaitu maju dengan pesat. Sebagai kota Bandar yang tertua dan terbesar, Canton memiliki fungsi sebagai pintu masuk orang-orang, barang-barang, dan pengaruh-pengaruh Barat ke Cina.

  • Co-hong

Co-hong adalah gabungan dari sekelompok orang-orang Cina yang masih bersaudara dan terkemuka (golongan borjuis),yang mempunyai ha katas monopoli perdagangan asing. Orgaisasi Co-hong ini diciptakan oleh K’ang Hsi pada 1720 M, dengan menggabungkan 13(tiga belas) saudagar Tionghoa yang terkemuka.

  1. Masa Pemerintahan Chien Lung (1723-1735)

Pengganti K’ang Hsi ialah Yung Cheng, namun ia tidak cakap dalam hal kepemerintahan. Pada 1735 M ia meninggal, dan kemudian digantikan oleh putranya yang keempat yakni Ch’ieng Lung (1736-1796 M). Pada masa pemerintahannya, Cina mengalami masa kejayaan yang kedua. Ch’ieng Lung aktif mengadakan ekspansi, memajukan bidang  perdagangan dan pertanian, serta kesusastraan. Pada masa ini perdagangan dengan Barat semakin meluas, yakni antara lain dengan bangsa Portugis, Prancis, Belanda, Jerman dan Amerika Serikat, dengan pusat perdagangan yang terkenal di Macao (abad XVII M) dan Canton (abad XVIII M) sebagai poros utamanya. Dalam bidang pertanian, ia menekankan pada perbaikan pertanian, di mana tanah-tanah yang tidak dipergunakan kemudian diambil alih oleh pemerintah untuk lahan pertanian.para petani dibantu supaya dapat menghasilkan panen yang banyak, sehingga tercapai kemakmuran. Dengan tercapainya kemakmuran, maka jumlah penduduk bertambah dengan cepat, bahkan hingga dua kali lipat (pada 1736 M jumlah penduduk = 60 juta jiwa, pada 1753 M meningkat menjadi  100 juta jiwa, dan pada 1792 M telah mencapai 300 juta jiwa).

Wilayah

 

Wilayah Kekuasaan Dinasti Manchu

Luas wilayah Dinasti Manchu pada masa puncaknya pernah mencpai 12 juta kilometer persegi. Pada akhir abad ke-16, Ketsaran Rusia mengadakan ekspansi ke timur. Pada waktu tentara Dinasti Manchu menyerbu masuk ke pedalaman, pasukan Ketsaran Rusia dengan menggunakan kesempatan itu menduduki Yaksa dan Nibuchu. Pemerintah Dinasti Manchu berkali-kali menuntut agresor Ketsaran Rusia menarik diri dari wilayah Tiongkok. Tahun 1685 dan 1686,Kaisar K’ang Hsi memerintahkan tentara Dinasti Manchu dua kali menyerbu pasukan Ketsaran Rusia di Yaksa. Ketentaraan Rusia terpaksa menyetujui mengadakan perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan sektor timur Tiongkok-Rusia. Tahun 1689, wakil-wakil Tiongkok dan Rusia mengadakan perundingan di Nichersink. Dan secara resmi menandatangani perjanjian perbatasan pertama, yaitu Perjanjian Nibuchu.

 

Sosial Budaya dan Agama

 

Gaya rambut kepang pria Manchu (taucang)

Dalam pemerintahan Dinasti Manchu mempunyai kebudayaan yang unik, yang mana kebudayaan tersebut mengikuti kebudayaan masyarakat Manchu. Masyarakat Manchu memiliki gaya rambut yang istimewa. Mereka menggunting semua rambut di bagian depan kepala dan menjadikan rambut di bagian belakang kepala sebagai tocang yang panjang. Akan tetapi hal tersebut menjadi sebuah perdebatan, karena hal tersebut sangatlah menghina bangsa Han, yang mana bangsa mereka sangatlah menjunjung atau menganggap bahwa rambut adalah suatu turunan dari leluhur yang memang patut untuk dilestarikan.

Dalam hal arsitektur, pemerintahan Manchu pada umumnya mewarisi tradisi dari Dinasti Ming, yang mana mereka beranggapan bahwa bangunan adalah sesuatu hal yang penting dalam teknologi pembinaan dan kemegahannya. Beijing, ibu negara Dinasti Manchu telah memelihara pada asasnya keadaan asalnya daripada Dinasti Ming. Di dalam kota terdapat 20 buah gerbang yang tinggi dan megah, gerbang yang paling megah ialah Gerbang Zhengyang di dalam kota. Istana diraja Dinasti Ming telah digunakan terus oleh Raja Dinasti Manchu, sehingga raja Dinasti Manchu telah membina besar-besaran taman diraja antaranya Taman Yuan ming yuan dan Taman Yihe.

 

Rumah seorang pedagang Manchu, Hanzou

Dalam periode tersebut, pembinaan Cina juga telah menggunakan kaca dari luar negara. Selain itu, rumah penduduk yang bergaya bebas dan beraneka ragam telah banyak digunakan. Bangunan Agama Budhha Tibet yang bergaya unik telah banyak digunakan dalam periode tersebut. Bahkan bangunan kuil telah mereka perbarui. Mereka telah menciptakan seni bangunan yang beraneka ragam, contohnya adalah bangunan Kuil Yonghe dan beberapa kuil agama Budha Tibet yang digunakan di Chengde, Provinsi Hebei Cina. Pada periode akhir Dinasti Manchu, bangunan yang dibina dengan seni bina Cina dengan barat juga telah digunakan di Cina.

Dinasti Manchu juga mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan.

Bahkan pakaian Cina tradisional atau yang sering disebut Hanfu, juga digantikan dengan pakaian gaya Manchu, yaitu Qipao (pakaian akar panji panji) dan Tangzhuang. Budaya tersebut harus diikuti oleh rakyat Cina. Dan apabila ada rakyat Cina yang tidak menggunakannya maka akan dikenakan hukuman. Dan hukuman bagi yang tidak mematuhi undang-undang itu adalah hukuman mati.

Hubungan Luar Negeri

Pada masa Dinasti Manchu, pemerintah tetap menjunjung kebijakan pengembangan pertanian sebagai kebijakan pokoknya, tapi dalam hubungan dengan luar negeri, Dinasti Manchu sangat terisolasi karena cenderung menutup diri.

Setelah masa pertengahan, berbagai kontradiksi masyarakat Dinasti Manchu mulai meruncing, sementara itu perjuangan pemberontakan juga kerap kali terjadi, di antaranya pemberontakan Balianjiao mengakhiri masa emas pemerintahan Dinasti Manchu.

 

 

Daftar Kaisar Dinasti Manchu

 

 Dinasti Manchu pada awalnya bernama “Dinasti Jin Akhir”. Berdiri pada tahun 1616 oleh Nu’erhachi, pemimpin suku Manchu dari klan Aisin-Gioro. Tahun 1636, Huang Taiji mengganti nama dinastinya menjadi Manchu, nama yang terus dipakai hingga keruntuhannya tahun 1912. Secara resmi, Dinasti Manchu menggantikan Dinasti Ming tahun 1644 ketika masa pemerintahan Kaisar Shunzhi. Maka, secara politis Kaisar Shunzhi adalah kaisar pertama dari dinasti ini yang menguasai seluruh daratan Tiongkok. Dinasti ini mempunyai 12 kaisar bila dihitung dari Nu’erhachi, 10 orang terakhir yang berkuasa setelah suku Manchu menduduki daratan Tiongkok. Dinasti Manchu digulingkan dalam Revolusi Xinhai tahun 1911, namun kaisar terakhir belum secara resmi turun tahta hingga terbentuknya Republik Tiongkok pada awal 1912 dan dia tetap memegang gelarnya hingga tahun 1924.

 

Kaisar-kaisar Dinasti Manchu

 

Nama asli1

Gelar anumerta2Mandarin, Manchu

Nama kuil2

Nama rezim
Mandarin,
 Manchu

Tahun berkuasa

Panggilan umum

Nu’erhachi
努爾哈赤
pinyin: Nǔ’ěrhāchì

Gāodì
高帝
Dergi hūwangdi

Tàizǔ
太祖

Tiānmìng
天命
Abkai fulingga

161616263

Nu’erhachi

Huang Taiji4
皇太極
pinyin: Huángtàijí

Wéndì
文帝
Genggiyen su hūwangdi

Tàizōng
太宗

Tiāncōng
天聰
Abkai sure
16271636;
Chóngdé
崇德
Wesihun erdemungge
16361643

16261643

Huang Taiji

Fúlín
福臨

Zhāngdì
章帝
Eldembure hūwangdi

Shìzǔ
世祖

Shùnzhì
順治
Ijishūn dasan

164316615

Kaisar Shunzhi

Xuányè
玄燁

Réndì
仁帝
Gosin hūwangdi

Shèngzǔ
聖祖

Kāngxī
康熙
Elhe taifin

16611722

Kaisar Kangxi

Yìnzhēn
胤禛

Xiàndì
憲帝
Temgetulehe hūwangdi

Shìzōng
世宗

Yōngzhèng
雍正
Hūwaliyasun tob

17221735

Kaisar Yongzheng

Hónglì
弘曆

Chúndì
純帝
Yongkiyangga hūwangdi

Gāozōng
高宗

Qiánlóng
乾隆
Abkai wehiyehe

17351796
(wafat 1799)6

Kaisar Qianlong

Yóngyǎn
顒琰

Ruìdì
睿帝
Sunggiyen hūwangdi

Rénzōng
仁宗

Jiāqìng
嘉慶
Saicungga fengšen

17961820

Kaisar Jiaqing

Mínníng
旻寧

Chéngdì
成帝
Šanggan hūwangdi

Xuānzōng
宣宗

Dàoguāng
道光
Doro eldengge

18201850

Kaisar Daoguang

Yìzhǔ
奕詝

Xiǎndì
顯帝
Iletu hūwangdi

Wénzōng
文宗

Xiánfēng
咸豐
Gubci elgiyengge

18501861

Kaisar Xianfeng

Zǎichún
載淳

Yìdì
毅帝
Filingga hūwangdi

Mùzōng
穆宗

Tóngzhì
同治
Yooningga dasan

186118757

Kaisar Tongzhi

Zǎitián
載湉

Jǐngdì
景帝
Ambalinggū hūwangdi

Dézōng
德宗

Guāngxù
光緒
Badarangga doro

187519087

Kaisar Guangxu

Pǔyí
溥儀
juga dikenal dengan nama Henry

Xùndì 8
遜帝

None given 9

Xuāntǒng
宣統
Gehungge yoso

1908192410
(wafat 1967)

Kaisar Xuantong

1 Marga kaisar Qing adalah Aisin Gioro (愛新覺羅 aixin jueluo), namun tradisi Manchu tidak menyertakan nama marga ke dalam nama perorangan.
2 Gelar anumerta dan nama kuil seringkali sama dengan kaisar-kaisar dari dinasti lainnya. Untuk membedakannya gelar ini biasanya didahului oleh nama dinasti yang bersangkutan. Sebagai contoh dalam Dinasti Qing ini Kaisar Qianlong juga dikenal dengan nama Qing Gaozong.
3 Nu’erhachi mendirikan Dinasti Jin Akhir (後金) pada tahun 1616. Nama dinasti diganti menjadi Qing oleh anaknya, Huang Taiji pada tahun 1636. Nu’erhachi mengambil nama Tianming sebagai nama rezimnya, namun gelar-gelar lainnya diberikan secara anumerta.
4 Huang Taiji dirujukkan secara salah dalam beberapa literatur sejarah dengan nama Abahai (阿巴海).
5 Kaisar Shunzhi adalah kaisar Qing pertama yang berkuasa atas seluruh Tiongkok setelah Beijing diduduki tahun 1644.
6 Kaisar Qianlong secara resmi pensiun tahun 1796 sebagai tanda baktinya pada kakeknya, Kaisar Kangxi bahwa dia tidak akan bertahta lebih lama dari Kangxi. Namun dia tetap berkuasa hingga kematiannya tahun 1799. Selama masa ini, anaknya, Kaisar Jiaqing mulai mempelajari memakai kekuasaannya yang telah menjadi miliknya secara resmi sejak 1796.
7 Ibusuri Cixi, selir Kaisar Xianfeng, ibu Kaisar Tongzhi dan ibu angkat sekaligus bibi Kaisar Guangxu menjalankan kekuasaan di balik layar sejak 1861 hingga kematiannya pada 1908. Dia bertindak sebagai wali bagi dua kaisar muda dan menjebloskan Kaisar Guangxu dalam tahanan rumah di Istana Musim Panas setelah kaisar berusaha melakukan reformasi pada 1898. Dia meninggal sehari setelah kematian Guangxu.
8 Xundi (“Kaisar yang diturunkan”) adalah gelar anumerta yang diberikan dalam buku-buku sejarah Tiongkok dan Taiwan pada Pu-yi.
9 Tahun 2004 keturunan dari keluarga Dinasti Qing memberikan gelar anumerta Mindi (愍帝) dan nama kuil Gongzong (恭宗). Namun belum diketahui apakah masyarakat Tiongkok secara umum menerimanya atau tidak.
10 Dinasti Qing digulingkan tahun 1911 dan kaisar terakhir, Xuantong/ Pu-yi turun tahta secara resmi pada 12 Februari 1912. Pada masa perang melawan Jepang, Xuantong menjadi kaisar boneka yang ditunjuk Jepang untuk negara Manchu (Manchukuo) dengan nama rezim Datong(大同) (19321934), yang kemudian diubah menjadi Kangde (康德) (19341945).